Ketika Membenci

Terkadang ada saja perilaku yang membuat kita benci terhadap orang lain yang ada dalam kehidupan kita, entah dari mana asalnya yang jelas terjadi perbenturan antara diri kita dengan orang tersebut. rasa tidak suka menjadikan kita melihat segala aspek yang menyangkut dengan diri orang tersebut adalah buruk adanya secara keseluruhan dan tanpa kecuali. Namun benarkah perasaan itu bagi diri kita sendiri atau hal tersebut hanya akan menjerumuskan kita pada gerakan penghancuran diri sendiri.

Kebencian adalah hal yang sangat menyakitkan apabila kita rasakan, terkadang ada saja hal yang menjadikan kita sebagai seorang pembenci sejati entah dalam hal apa, mungkin hal tersebut bertabrakan dengan idealisme dan juga kepentingan kita atau mungkin bersebrangan dengan harapan dan juga keinginan kita. Kebencian berasal dari rasa untuk menyelamatkan apa yang sekarang kita rasakan, menjauhkan kita dari apa yang dapat menghancurkan kita, namun kesemuanya atas dasar logika dan juga nalar kita saja, bukan berdasar dari apa yang bersifat hakiki.

Kebencian dalam tulisan ini akan dibedakan dengan rasa tidak suka, rasa tidak suka merupakan keadaan diri menjauhi apa yang tidak disukai, tidak suka, hanya itu, dan benci sangat berbeda, disini adalah keadaan perasaan diri terhadap sesuatu yang bersifat entah itu baik atau buruk dalam keadaan normal, namun mendorong diri sampai ingin utnuk melakukan tindakan agresi kepada objek kebencian. Kebencian mendorong manusia untuk memiliki panas yang membara didalam hati, menjadikan diri sangat tidak stabil dan membakar kepala akibat mendidihnya darah akibat kebencian.

Apa yang dirasakan manusia terkadang membutakan logika yang ia miliki, segala upaya akan dilakukan untuk melakukan tindakan negatif terhadap objek yang dibenci selama ada kesempatan, atau bahkan sampai-sampai menciptakan kesempatan tersebut untuk memuaskan hasrat kebenciannya, entah dengan menyakiti atau bahkan sampai menghilangkan nyawa secara sadis dan tidak berperikemanusiaan. Akibat kebencian yang dipupuk dan penuh dengan rasionalisasi-rasionalisasi yang salah dan mengakibatkan kepercayaan yang salah didalam kepala manusia sehingga memandang segala sesuatu yang dilakukan oleh yang dibenci sebagai sesuatu yang merugikan dirinya (pembenci).

Rasa tidak suka mungkin boleh saja kita tanamkan terhadap segala macam hal yang bertentangan dengan dasar ideologi kita, sebagai contoh untuk orang beragama akan tidak menyukai segala macam hal yang ditetapkan sebagai salah oleh agamanya, maka para pemeluk agama tersebut akan sedikit demi sedikit untuk mengikis keberadaan hal yang dianggap salah terebut dengan dasar tidak suka, dan bukan atas dasar kebencian yang mereka tanamkan dalam diri mereka. Karena rasa benci itu sendiri yang membakar apa yang ada dalam diri mereka menjadikan seseorang terbutakan dalam kebencian, terseret dalam nikmatnya membenci dan keinginan untuk menyiksa yang dibenci, secara sadis dan tidak bermoral sama sekali, hanya nafsu yang dikembangkan, dihalakan oleh peraturan namun dengan cara yang lebih tidak bermoral. Maka dari kebencian itu akan membawa seseorang yang membawa panji kebenaran sebagai seseorang yang hanya bertopeng kebenaran dengan tujuan, niat dan keinginan yang buruk.

Menjauhkan diri dari kebencian akan membuat kita dapat berpikir dan memprediksi dengan semestinya, tidak terbawa atau terpengaruh oleh emosi negatif yang menyesatkan, menjauhkan kita dari keinginan sesat yang dibalut dalam kemasan keinginan suci, menjauhkan kita dari petaka yang akan membunuh diri kita sendiri. perasaan yang membutakan seperti benci terkadang memiliki nikmat tersendiri bagi pemiliknya, mereka terlihat puas jika sudah dapat membalas kebenciannya, mereka terlihat seperti ingin ada dan ada lagi pihak yang mereka benci, sehingga rasio mereka mencari kesalahan dan pembenaran untuk dapat membenci orang lain lalu dengan demikian memperlakukannya dengan sangat keji dan tanpa belas kasih hanya kebencian yang mengambil alih dan menyisakan duka yang dalam bagi diri sang korban.

Kesadaran diri dari kebencian adalah benar adanya, ketika kita dirugikan orang lain atau berada pada posisi terancam kebencian terkadang muncul, entah walau hanya sepercik atau sudah sampai membakar, membuat diri mengambil langkah pasti yang akan menyelamatkan diri sendiri entah dengan menghindar atau maju menyerang, hal tersebut dilakukan tanpa penilaian yang rasional hanya dengan penilaian dasar dari apa yang kita rasakan, mengakibatkan kita terjerumus dalam kesalahan dalam pengambilan langkah.

Tindakan yang baik adalah tindakan yang dilakukan secara sadar, melalui pemikiran atau mungkin melalui intuisi perasaan yang bersih, dan bukan dengan pengaruh benci yang dirasionalisasi dan juga bukan dengan intuisi delusi. Manusia tidak akan merasakan jernih dan tenang didalam dirinya jika masih menyimpan kebencian didalam dirinya, entah itu dendam dan juga perasaan iri, dengki dan srei, walau dalam diri setiap insan hal tersebut selalu ada sebagai suatu pembawaan dan juga ilham untuk mencondongkan diri pada keburukan, tetapi dengan dirinya sendiri sebagai raja bagi diri sendiri dapat menahan segala macam hal tersebut hingga terdorong sampai titik yang rendah dan serendah-rendahnya karena jelas semua itu tidak dapat dihilangkan dari dalam diri setiap insan.

Kemampuan manusia untuk menjernihkan perasaannya sendiri merupakan berkah yang mereka miliki, manusia dapat menenangkan diri dalam keadaan yang paling kalut sekalipun, menjauhkan diri dari keadaan sangat menyiksa yang ditimbulkan oleh perasaannya sendiri. kalaupun parasaan itu datang akibat suatu tindakan tidak adil yang secara nyata dilakukan oleh orang lain maka kemampuan manusia untuk menerima dan memaafkan adalah lebih baik, sehingga manusia walau telah dirugikan sekalipun, akan membawa dirinya menjadi lebih kuat, karena dengan kesadarannya yang sehat mampu memberikan kesempatan pada dirinya untuk melahap rasa sakit yang berfungsi bagai meminum jamu (pahit namun menyehatkan), mengambil pelajaran bahwa apa yang telah dilakukan orang lain terhadap diri kita jangan sampai kita lakukan kepada orang lain jikalau hal itu kita rasa menyakitkan diri kita, kemudian dengan memaafkan dan menerima mampu menjadikan diri kita sebagai pemilik mental yang kuat, jauh dari sifat manja secara perasaan, kemudian membuat kita lebih ‘luwes’ dalam menghadapi kehidupan, dan yang terakhir dan yang terpenting adalah sebagai bahan introspeksi diri, bagaimana kita akhirnya bisa melihat apa yang kita lakukan selam ini terhadap orang lain, apakah sudah memberikan rasa sayang dan kasih bagi semua ataukah kita juga menyisakan kebencian tersendiri terhadap orang-orang yang ada disekitar kita.

Demikian betama meruginya kita jika menghabiskan energi yang kita miliki untuk membenci, merubah apa yang tadinya baik menjadi buruk, menyebarkan kerusakan di muka bumi, sedangkan alam itu berjanji bahwa apa yang kita tanam maka akan kita tuai, menanam singkong maka akan tumbuh singkong, menanam cinta akan menuai cinta, menanam benci akan mebuahkan petaka, itulah ketetapan.

Hidup itu adalah suatu kesementaraan dimana kita yang berada didalamnya hanya bisa merasa takjub tanpa henti merasakan keajaiban dari hidup itu sendiri, namun terkadang sesuatu yang terjadi dengan baik tidak terlihat seperti apa yang istimewa, dengan apa yang kita miliki dan kita rasakan maka cobalah untuk memikirkan mengapa semua ini terjadi dan menjadi seperti ini.